TAHAPAN PROSES PERKARA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA
- Pemeriksaan Pendahuluan
-
Pemeriksaan administrasi di Kepaniteraan
-
Dismissal Prosedur oleh Ketua PTUN (Pasal 62 UU
No.5/1986)
Pasal
62
(1) Dalam
rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu
penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang
diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
(2) a.
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan
sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya;
b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan
b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan
(3) a.
Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan
perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
diucapkan
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) Perlawanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
dengan acara singkat.
(5) Dalam
hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa,
diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
(6) Terhadap
putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
-
Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 UU No.5/1986)
Pasal
63
(1)
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai,
Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas.
(2)
Dalam
pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
a. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
a. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
(3)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim
menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(4)
Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
- Pemeriksaan Persidangan
-
Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)
-
Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986
Pasal
74
(1) Pemeriksaan
sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya
oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
(2) Hakim
Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan
seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing.
-
Replik (Pasal 75 ayat 1 UU No.5/1986)
-
Duplik (Pasal 75 ayat 2 UUNo.5/1986)
Pasal
75
(1) Penggugat
dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal
tersebut harus saksikan oleh Hakim.
(2) Tergugat
dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan
hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim
-
Pembuktian (Pasal 100 UU No.5/1986)
Pasal
100
(1) Alat
bukti ialah:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan saksi;
d. pengakuan para pihak;
e. pengetahuan Hakim.
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan saksi;
d. pengakuan para pihak;
e. pengetahuan Hakim.
(2) Keadaan
yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
-
Kesimpulan (Pasal 97 ayat 1 UU No.5/1986)
Pasal
97
(1) Dalam
hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan
masing-masing.
(2) Setelah
kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan
kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk
mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.
(3) Putusan
dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil
permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh
tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(4) Apabila
musyawarah majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan
putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
(5) Apabila
dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka
suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.
(6) Putusan
Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk
umum, atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah
pihak.
(7) Putusan
Pengadilan dapat berupa:
a. gugatan ditolak;
b. gugatan dikabulkan;
c. gugatan tidak diterima;
d. gugatan gugur.
a. gugatan ditolak;
b. gugatan dikabulkan;
c. gugatan tidak diterima;
d. gugatan gugur.
(8) Dalam
hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
(9) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8)
berupa:
a. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
b. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
c. penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.
a. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
b. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
c. penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.
(10)Kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai pembebanan ganti rugi.
(11)
Dalam hal putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) menyangkut
kepegawaian, maka di samping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan
ayat (10), dapat disertai pemberian rehabilitasi.
-
Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
Pasal
108
(1) Putusan
Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Apabila
salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan
Pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu
disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
(3) Tidak
dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
- Materi Muatan Putusan (Pasal 109 UU No.5/1986)
Pasal
109
(1)
Putusan Pengadilan harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi:
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA";
b. nama,jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari,tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
b. nama,jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari,tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2)
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan
Pengadilan.
(3)
Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah
putusan Pengadilan diucapkan, putusan itu harus ditandatangani oleh Hakim yang
memutus dan Panitera yang turut bersidang.
(4)
Apabila
Hakim Ketua Majelis atau dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat Hakim Ketua
Sidang berhalangan menandatangani, maka putusan Pengadilan ditandatangani oleh
Ketua Pengadilan dengan menyatakan berhalangannya Hakim Ketua Majelis atau
Hakim Ketua Sidang tersebut.
(5)
Apabila Hakim Anggota Majelis berhalangan
menandatangani, maka putusan Pengadilan ditandatangani oleh Hakim Ketua Majelis
dengan menyatakan berhalangannya Hakim Anggota Majelis tersebut.
- Amar Putusan (Pasal 97
ayat (7) UU No.5/1986)
Gugatan ditolak
Gugatan dikabulkan
Gugatan tidak diterima
Gugatan gugur - Amar
tambahan dalam putusan PERATUN (Pasal 97 ayat (8) dan (9) UU No.5/1986)
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan TUN. Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas berupa:
a.
Pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan
b.
Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan
menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru
c.
Penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan
didasarkan pada pasal 3
- Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3, 4, dan 5 UU No.5/1986)
(3) Putusan
dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil
permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh
tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(4) Apabila
musyawarah majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan
putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
(5) Apabila
dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka
suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.
- Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa TUN
Jangka waktu penyelesaian
sengketa TUN adalah maksimal 6 bulan (SEMA No. 03 Tahun 1998 Tertanggal 10
September 1998). Apabila penyelesaian lebih dari 6 bulan Hakim/Majelis Hakim melaporkan kepada Mahkamah Agung (MA)
disertai alasan-alasan.
- Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 UU No.5/1986)
Putusan harus ditandatangani oleh
Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut bersidang selambat-lambatnya 30 hari sesudah Putusan
diucapkan
- Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 UU No.51/2009)
Pasal 116
(1)
Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh
panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya
dalam tingkat pertama selambat lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja.
(2)
Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha
negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3)
Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan
kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut
tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan
tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
(4)
Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat
yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa
dan/atau sanksi administratif.
(5)
Pejabat yang tidak melaksanakan putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak
setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(6)
Di samping diumumkan pada media massa cetak
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan
hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada
lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
(7)
Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis
sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau
sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
Pasal 98
(1)
Apabila terdapat kepentingan penggugat yang
cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya,
penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan
sengketa dipercepat.
(2)
Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas
hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan
tersebut.
(3)
Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak dapat digunakan upaya hukum.
Pasal 99
(1)
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan
Hakim Tunggal.
(2)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari
setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat
(2)menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan
persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(3)
Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi
kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.