Layanan Kami




Latest News

Senin, 28 September 2015

Proses Peradilan Tata Usaha Negara

etak langsung ke pdf atau langusng kirim via email

TAHAPAN PROSES PERKARA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA
  1. Pemeriksaan Pendahuluan
-          Pemeriksaan administrasi di Kepaniteraan
-          Dismissal Prosedur oleh Ketua PTUN (Pasal 62 UU No.5/1986)
Pasal 62
(1)    Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan;  
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
(2)    a. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya;
      b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan
(3)    a. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4)    Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.
(5)    Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
(6)    Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
-          Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 UU No.5/1986)
Pasal 63
(1)          Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
(2)           Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
a. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
(3)        Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(4)          Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
  1. Pemeriksaan Persidangan
-          Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)
-          Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986
Pasal 74
(1)    Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
(2)    Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing.
-          Replik (Pasal 75 ayat 1 UU No.5/1986)
-          Duplik (Pasal 75 ayat 2 UUNo.5/1986)
Pasal 75
(1)    Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksikan oleh Hakim.
(2)    Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim
-          Pembuktian (Pasal 100 UU No.5/1986)
Pasal 100
(1)    Alat bukti ialah:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan saksi;
d. pengakuan para pihak;
e. pengetahuan Hakim.
(2)    Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
-          Kesimpulan (Pasal 97 ayat 1 UU No.5/1986)
Pasal 97
(1)    Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
(2)    Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.
(3)    Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(4)    Apabila musyawarah majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
(5)    Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.
(6)    Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.
(7)    Putusan Pengadilan dapat berupa:
a. gugatan ditolak;
b. gugatan dikabulkan;
c. gugatan tidak diterima;
d. gugatan gugur.
(8)    Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
(9)     Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa:
a. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
b. pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
c. penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.
(10)Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai pembebanan ganti rugi.
(11) Dalam hal putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan ayat (10), dapat disertai pemberian rehabilitasi.
-          Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
Pasal 108
(1)    Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2)    Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan Pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
(3)    Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
  1. Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU No.5/1986)
  2. Materi Muatan Putusan (Pasal 109 UU No.5/1986)
Pasal 109
(1)    Putusan Pengadilan harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA";
b. nama,jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari,tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2)    Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.
(3)    Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah putusan Pengadilan diucapkan, putusan itu harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera yang turut bersidang.
(4)     Apabila Hakim Ketua Majelis atau dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat Hakim Ketua Sidang berhalangan menandatangani, maka putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan dengan menyatakan berhalangannya Hakim Ketua Majelis atau Hakim Ketua Sidang tersebut.
(5)    Apabila Hakim Anggota Majelis berhalangan menandatangani, maka putusan Pengadilan ditandatangani oleh Hakim Ketua Majelis dengan menyatakan berhalangannya Hakim Anggota Majelis tersebut.
  1. Amar Putusan (Pasal 97 ayat (7) UU No.5/1986)
    Gugatan ditolak
    Gugatan dikabulkan
    Gugatan tidak diterima
    Gugatan gugur
  2. Amar tambahan dalam putusan PERATUN (Pasal 97 ayat (8) dan (9) UU No.5/1986)
    Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan TUN. Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas berupa:
a.       Pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan
b.      Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru
c.       Penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3
  1. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3, 4, dan 5 UU No.5/1986)
(3) Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(4) Apabila musyawarah majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
(5) Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.
  1. Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa TUN
Jangka waktu penyelesaian sengketa TUN adalah maksimal 6 bulan (SEMA No. 03 Tahun 1998 Tertanggal 10 September 1998). Apabila penyelesaian lebih dari  6 bulan Hakim/Majelis  Hakim melaporkan kepada Mahkamah Agung (MA) disertai alasan-alasan.
  1. Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 UU No.5/1986)
Putusan harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut bersidang  selambat-lambatnya 30 hari sesudah Putusan diucapkan
  1. Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 UU No.51/2009)
Pasal 116
(1)    Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.
(2)    Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3)    Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
(4)    Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
(5)    Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6)    Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
(7)    Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.



Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

Pasal 98
(1)    Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.
(2)    Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
(3)    Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat digunakan upaya hukum.
Pasal 99
(1)    Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal.
(2)    Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(3)    Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.
 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Proses Peradilan Tata Usaha Negara Description: Rating: 5 Reviewed By: Anonim
Scroll to Top