BAB
I
P
E N D A H U L U A N
A. Latar belakang
Persekutuan Komanditer atau yang poluler disebut dengan istilah
CV (Commanditaire Vennootshap) (selanjutnya
dalam tulisan ini disebut CV), merupakan
suatu badan usaha yang sering digunakan oleh kebanyakan orang dalam memulai
usahanya. Banyak orang lebih memilih untuk mendirikan CV dibandingkan untuk
medirikan Perseroan Terbatas (Naamloze Vennootshap) atau yang lebih
polupler dikenal dengan sebutan PT dalam merintis usahanya. Pilihan untuk
medirikan CV sebagai badan usaha dikarenakan biaya akta pendiriannya lebih
murah dibandingkan dengan akta pendirian PT. Disamping biaya yang murah,
pendirian CV dinilai oleh kebanyakan orang lebih mudah dikarenakan CV dapat
didirikan oleh seseorang atau beberapa persero yang secara tanggung-menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu dan satu orang atau lebih sebagai
pelepas uang pada pihak lain[1].
Pendirian suatu CV didirikan dengan akta Autentik
sebagaimana yang di sebutkan di dalam pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie)
S.1847-23 (selanjutnya disebut KUHD) dengan tujuan agar tidak dapat disangkal
oleh pihak ketiga apabila tidak ada akta pendiriannya. Setelah mendapatkan akta
pendirian, Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register
yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad
van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat kedudukan CV tersebut.[2]
Setelah mendapatkan Nomor register pendaftaran di Pengadilan Negeri daerah
hukum tempat Kedudukan CV, para persero diwajibkan untuk mengumumkan CV yang
telah di dirikannya kedalam surat kabar sebagaimana yang diamanatkan di dalam
pasal 28 KUHD. Setelah semua tahapan di lakukan maka terhadap pihak ketiga
dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan, dianggap didirikan untuk
waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang persero pun yang
dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertanda tangan untuk perseroan itu[3].
Untuk proses pendaftaran di Pengadilan Negeri dan Mengumumkan
CV yang telah mendapatkan nomor register pendaftaran dari Pengadilan Negeri kedalam surat kabar. Proses Pendaftaran dan
Pengumunan kedalam surat kabar atas CV yang telah didirikan dapat dilakukan
sendiri oleh para persero yang tentunya membuat biaya untuk melakukan
pengurusannya menjadi lebih murah dibandingkan jika dikuasakan ke pihak Notaris
atau biro jasa. Berbeda halnya dengan Pengesahan PT, dimana para pendiri yang
ingin mendirikan PT harus melakukan Pemesanan Nama terlebih dahulu kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Notaris, setelah
mendapatkan persetujuan Pemesanan Nama PT, kemudian baru dibuatkan akta
pendirian PT oleh Notaris. Agar PT medapatkan status sebagai Badan Hukum harus
mendapatkan Keputusan Meteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.[4]
Untuk Mendapatkan Keputusan Menteri
mengenai Pengesahan badan hukum PT dilakukan dengan permohonan Pengesahan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Notaris yang
membuat akta pendirian PT yang ingin disahkan tersebut.
Setelah mendapatkan salinan akta pendirian CV dan
pengesahan dari Pengadilan Negeri dimana tempat kedudukan CV berjalan,
selanjutnya para persero diharuskan untuk mengurus perizinan lainnya seperti
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan beberapa
dokumen perizinan lainnya yang diperlukan sesuai dengan maksud dan tujuan dari
CV ataupun PT yang telah mendapatkan pengesahan. Sebelum terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215) yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal
21 Juni 2018 (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut PP 24 Tahun 2018)
seluruh proses pengajuan perizinan dilakukan di loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) pada lembaga atau instansi yang
berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan meneribitkan
perizinan dan non perizinan di tingkat pusat, Propinsi, Kabupaten ataupun Kota
sebagaimana yang tersirat di dalam pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724). Para
persero diharuskan datang ke loket PTSP sesuai dengan domisili perusahannya dengan
membawa tumpukan berkas persyaratan yang dipersyaratkan agar izin yang
dimohonkan dapat diterbitkan oleh petugas di PTSP setelah memverifikasi
kelengkapan berkas tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh
peraturan di PTSP setempat. Masing-masing wilayah kerja PTSP memiliki
standarisasi dan persyaratan yang berbeda-beda dalam proses penerbitan izin
usaha yang dimohonkan oleh para pemohon baik berupa CV, PT maupun bentuk badan
hukum dan badan usaha lainnya.
Setelah berlaku dan mulai efektifnya PP 24 Tahun 2018,
seluruh pelayanan perizinan telah bertrasformasi penuh dari datang secara
manual ke loket PTSP menjadi diproses secara elektronik. Produk layanan
perizinan secara elektronik yang di bentuk oleh PP 24 Tahun 2018 adalah Online Single Submisson atau yang
populer disingkat OSS. Saat ini OSS telah mengambil alih kewenangan PTSP Pusat,
Propinsi, Kabupaten maupun Kota untuk menerbitkan perizinannya. Hal ini
berdasarkan ketentuan pasal 103 PP 24 Tahun 2018 yang meyatakan “Perizinan
Berusaha yang telah diajukan oleh Pelaku Usaha sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan belum diterbitkan Perizinan Berusahanya, diproses melalui
sistem OSS sesuai dengan ketentuan PP 24 Tahun 2018 ini”.[5]
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan perizinan ke sistem
OSS terdiri atas pelaku usaha perseorangan dan pelaku usaha non perseorangan.
Bagi pelaku usaha non perseorangan sebagaimana yang dimaksud dalam PP 24 Tahun
2018 terdiri atas Perseroan Terbatas, Perusahaan Umum baik milik swasta maupun
milik Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, Badan Layanan Umum, Koperasi,
Yayasan, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma (venootshap onder firma) dan CV. Khusus untuk CV disebutkan secara
spesifik dalam pasal 15 PP 24 Tahun 2018 ialah CV yang telah didaftarkan kepada
Pemerintah Pusat yang meliputi pendaftaran akta pendirian CV, perubahan
anggaran dasar CV serta pembubaran CV oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendaftaran akta pendirian CV, Perubahan anggaran dasar CV dan Pembubaran CV
diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.[6]
Berdasarkan ketentuan pasal 15 PP 24 Tahun 2018, terbitlah
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2018 Tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan
Persekutuan Perdata (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1011 Tahun 2018)
yang ditetapkan pada tanggal 12 Juli 2018 dan diundangkan pada tanggal 1
Agustus 2018 (selanjutnya dalam tulisan ini disebut Permenkumham 17 Tahun 2018)
yang mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran, perubahan anggaran dasar dan
pembubaran CV. Dalam Permenkumham 17 Tahun 2018 yang dimaksud dengan CV adalah persekutuan
yang didirikan oleh satu atau lebih sekutu komanditer dengan satu atau lebih
sekutu komplementer, untuk menjalankan usaha secara terus menerus.
Dalam permohonan pendirian CV berdasarkan pasal 4
Permenkumham 17 Tahun 2018 haruslah didahului dengan mengajukan permohonan nama
CV yang diajukan kepada Menteri secara elektronik melalui Sistem Administrasi
Badan Usaha yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum
Umum Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (selanjutnya dalam
tulisan ini disebut SAB AHU). Ketentuan mengengenai nama yang dipesan haruslah
nama yang belum dipakai secara sah oleh CV yang telah terdaftar di SAB AHU,
tidak sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau
lembaga internasional kecuali telah mendapatkan izin dari lembaga yang
bersangkutan. Nama CV yang dipesan juga haruslah tidak bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum. Nama yang dipesan juga tidaklah terdiri atas
angka atau rangkaian angka ataupun rangkaian huruf yang tidak membentuk kata. Setelah
mendapatkan persetujuan pemakaian nama CV yang diberikan oleh Menteri secara
elektronik dan berlaku hanya untuk 1 (satu) Nama CV dan berlaku untuk jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal persetujuan pesan nama
diberikan oleh Menteri. Hal ini sangatlah berbeda dengan ketentuan yang ada
didalam KUHD yang tidak mensyaratkan dan tidak mengatur mengenai pemesanan nama
CV.
Selain wajib melakukan pesan nama terlebih dahulu, CV juga
wajib di daftarkan kedalam SAB AHU paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal akta pendirian CV telah ditandatangani. Apabila pendaftarannya
melebihi jangka waktu yang telah ditentukan, maka permohonan perndaftaran tidak
dapat diajukan kepada Menteri sebagaimana yang termaktub di dalam pasal 10
Permenkumham 17 Tahun 2018. Lalu bagaimanakah dengan ketentuan pasal 23 KUHD
yang mewajibkan akta CV daftarkan dalam register Pengadilan Negeri tempat
dimana kedudukan CV didirikan ? hal ini
terdapat dualisme sistem pendaftaran dan pengesahan status badan bagi CV.
Peraturan manakah yang berlaku saat ini apakah pendaftaran CV dilakukan ke
kementerian melalui SAB AHU, Tetap ke Pengadilan Negeri atau dilakukan
pendaftaran keduanya yaitu melalui SAB AHU dan ke Pengadilan Negeri.
Selanjutnya dalam bagi CV yang sudah berdiri dan telah
terdaftar di dalam register Pengadilan Negeri sebelum Permenkumham 17 Tahun
2018 berlaku diwajibkan pula untuk melakukan pendaftaran melalui SAB AHU paling
lambat dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun sejak Permenkumham 17 Tahun 2018
berlaku yaitu maksimal tanggal 31 (tiga puluh satu) Juli 2019. Apabila terdapat
kesamaan nama dengan nama CV yang sudah digunakan secara sah di SAB AHU tetap
di perbolehkan, sedangkan untuk pendaftaran CV baru sejak berlakunya
Permenkumham 17 Tahun 2018 tidak diperbolehkan untuk menggunakan nama CV yang
telah digunakan secara sah di SAB AHU. Sanksi bagi keterlambatan pendaftaran CV
yang sudah terdaftar di dalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya
Permenkumham 17 Tahun 2018 tidak dijelaskan dan tidak ada sanksi yang mengatur
akibat keterlambatan ataupun tidak dilakukannya pencatatan pendaftaran CV ke
SAB AHU.
Terhadap pemesanan Nama CV yang saat ini sudah mulai
berlaku di SAB AHU, terdapat ketidakpastian hukum bagi CV yang sudah didirikan
sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 dan terhadap CV yang akan
didirikan setalah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 mengenai nama CV yang
akan digunakan. Selain pemesanan nama, di SAB AHU juga harus disebutkan
besarnya Modal Dasar CV, hal ini tidak sesuai dengan karakteristik bentuk badan
usaha CV dimana modal dasar CV tidak disebutkan di dalam akta pendiriannya
namun di SAB AHU diminta untuk disebutkan. Badan yang harus disebutkan modal dasarnya
hanyalah PT sebagaimana termaktub dalam pasal 1 angka 1 UUPT yang menjelaskan
bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya”.
Hingga saat ini peraturan mengenai CV di KUHD masih berlaku
dan belum ada peraturan yang menyatakan mencabut peraturan tentang CV di KUHD.
Seharusnya jika ada perubahan yang menyalahi
peraturan dalam KUHD haruslah di cabut terlebih dahulu peraturan di KUHD
sebagaimana pencabutan pasal 36 sampai pasal 56 KUHD yang dinyatakan tidak
berlaku berdasarkan ketentuan pasal 128 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3587) yang kini telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) yang
disahkan dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007 (selanjutnya dalam
penulisan ini disebut UUPT).
Kewajiban bagi para Persero CV untuk memesan nama di SAB
AHU, menyebutkan modal dasar dalam pengajuan permohonan pendaftaran akta CV ke
menteri dan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar dari menteri saat ini sudah sama seperti proses Pendirian
PT, dimana ketenutan mengengai pemesanan nama atas CV sama dengan ketentuan
pemesanan nama atas PT. Dalam anggaran dasar PT disebutkan modal dasar, modal
ditempatkan dan modal disetor oleh masing-masing para pemegang saham.
Mendapatkan Pengesahan dari Menteri sehingga status PT sah menjadi badan hukum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sama
seperti yang dialami CV saat ini harus melalui tahapan layaknya pendirian PT,
namun statusnya CV apakah sudah menjadi badan hukum yang tanggung jawab
terhadap pihak ketiga hanya sebatas modal yang tercantum di dalam Surat
Keterangan Terdaftar CV yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indoneisa atau hanya merupakan badan usaha yang tanggung
jawabnya sampai pada harta pribadi para persero sebagaimana yang termaktub
dalam KUHD yang hingga saat ini masih berlaku. Begitu juga terhadap proses
pencatatan pada SAB AHU bagi CV yang telah terdaftar didalam register
Pengadilan Negeri sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018. Apakah setelah
dilakukan pencatatan di SAB AHU akan merubah status kedudukan CV dari badan
usaha menjadi badan hukum atau tidak ada perubahan status sama sekali ?
bagaimana jika tidak dilakukan pencatatan di SAB AHU apakah CV tersebut masih
mendapatkan kepastian hukum dari pencatatan dalam register Pengadilan Negeri
tempat sesuai dengan domisili CV tersebut ?
Persoalan
filosofis yang dialami oleh penulis berupaya untuk mencari kebenaran secara
metodis, sistematis, rasional dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggungjawaban
yang semata-mata empiris yang meliputi :
a. Ontologis, yaitu mencari hakekat status badan usaha CV setelah berlakunya Permenkumham 17
Tahun 2018 apakah masih berbentuk Badan usaha atau telah beralih menjadi badan
hukum seperti PT dan bagaimanakah status CV yang telah terdaftar di dalam
register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018.
b. Epistemologis, yaitu bagaimana cara pengesahan akta CV setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun
2018.
c. Aksiologis, yaitu menilai pengesahan akta CV setelah berlakunya permenkumham 17 Tahun
2018 sebagai upaya untuk mendapatkan kepastian hukum atas status badannya apakah badan usaha atau badan hukum.
Aspek
Epistimologi dari permasalahan diatas telah berkembang dalam masyarakat yang menginginkan sebuah kepastian terhadap CV dari proses pembuatan akta di Notaris
hingga tahap pengeshaan akta CV yang semula sebelum berlakunya Permenkumham 17
Tahun 2018 pengesahan akta CV dicatatkan diregister Pengadilan Negeri, kini
setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 di catatkan secara elektronik
melalui SAB AHU
Berdasarkan
pokok-pokok permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian
dengan rumusan masalah sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah status kedudukan bentuk badan CV
setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 ?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap CV yang
sudah terdaftar dalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya
permenkumham 17 Tahun 2018 ?
Bagaimanakah Jawabannya ? Silahkan hubungi Penulis dengan mengklik tombol Konsultasi Via Whatsapp. Tulisan Ini adalah Proposal yang di tulis oleh penulis dalam masa kuliahnya
Bagaimanakah Jawabannya ? Silahkan hubungi Penulis dengan mengklik tombol Konsultasi Via Whatsapp. Tulisan Ini adalah Proposal yang di tulis oleh penulis dalam masa kuliahnya
[1] Periksa Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[2] Periksa Kembali Pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[3] Perhatikan isi Pasal 29 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
[4] Periksa Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan terbatas
[5] Periksa Pasal 103 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215)
[6] Periksa kembali Pasal 15
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6215)