Layanan Kami




Latest News

Rabu, 10 Juli 2019

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI CV SEJAK BERLAKUNYA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG PENDAFTARAN PERSEKUTUAN KOMANDITER, PERSEKUTUAN FIRMA DAN PERSEKUTUAN PERDATA

etak langsung ke pdf atau langusng kirim via email

BAB I
P E N D A H U L U A N
A.      Latar belakang
Persekutuan Komanditer atau yang poluler disebut dengan istilah CV (Commanditaire Vennootshap) (selanjutnya dalam tulisan ini disebut CV),  merupakan suatu badan usaha yang sering digunakan oleh kebanyakan orang dalam memulai usahanya. Banyak orang lebih memilih untuk mendirikan CV dibandingkan untuk medirikan Perseroan Terbatas  (Naamloze Vennootshap) atau yang lebih polupler dikenal dengan sebutan PT dalam merintis usahanya. Pilihan untuk medirikan CV sebagai badan usaha dikarenakan biaya akta pendiriannya lebih murah dibandingkan dengan akta pendirian PT. Disamping biaya yang murah, pendirian CV dinilai oleh kebanyakan orang lebih mudah dikarenakan CV dapat didirikan oleh seseorang atau beberapa persero yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain[1].
Pendirian suatu CV didirikan dengan akta Autentik sebagaimana yang di sebutkan di dalam pasal 22  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie) S.1847-23 (selanjutnya disebut KUHD) dengan tujuan agar tidak dapat disangkal oleh pihak ketiga apabila tidak ada akta pendiriannya. Setelah mendapatkan akta pendirian, Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat kedudukan  CV tersebut.[2] Setelah mendapatkan Nomor register pendaftaran di Pengadilan Negeri daerah hukum tempat Kedudukan CV, para persero diwajibkan untuk mengumumkan CV yang telah di dirikannya kedalam surat kabar sebagaimana yang diamanatkan di dalam pasal 28 KUHD. Setelah semua tahapan di lakukan maka terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang persero pun yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertanda tangan untuk perseroan itu[3].
Untuk proses pendaftaran di Pengadilan Negeri dan Mengumumkan CV yang telah mendapatkan nomor register pendaftaran dari Pengadilan Negeri  kedalam surat kabar. Proses Pendaftaran dan Pengumunan kedalam surat kabar atas CV yang telah didirikan dapat dilakukan sendiri oleh para persero yang tentunya membuat biaya untuk melakukan pengurusannya menjadi lebih murah dibandingkan jika dikuasakan ke pihak Notaris atau biro jasa. Berbeda halnya dengan Pengesahan PT, dimana para pendiri yang ingin mendirikan PT harus melakukan Pemesanan Nama terlebih dahulu kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Notaris, setelah mendapatkan persetujuan Pemesanan Nama PT, kemudian baru dibuatkan akta pendirian PT oleh Notaris. Agar PT medapatkan status sebagai Badan Hukum harus mendapatkan Keputusan Meteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.[4]  Untuk Mendapatkan Keputusan Menteri mengenai Pengesahan badan hukum PT dilakukan dengan permohonan Pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Notaris yang membuat akta pendirian PT yang ingin disahkan tersebut.
Setelah mendapatkan salinan akta pendirian CV dan pengesahan dari Pengadilan Negeri dimana tempat kedudukan CV berjalan, selanjutnya para persero diharuskan untuk mengurus perizinan lainnya seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan beberapa dokumen perizinan lainnya yang diperlukan sesuai dengan maksud dan tujuan dari CV ataupun PT yang telah mendapatkan pengesahan. Sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215)  yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 21 Juni 2018 (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut PP 24 Tahun 2018) seluruh proses pengajuan perizinan dilakukan di loket Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)  pada lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan meneribitkan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat, Propinsi, Kabupaten ataupun Kota sebagaimana yang tersirat di dalam pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724). Para persero diharuskan datang ke loket PTSP sesuai dengan domisili perusahannya dengan membawa tumpukan berkas persyaratan yang dipersyaratkan agar izin yang dimohonkan dapat diterbitkan oleh petugas di PTSP setelah memverifikasi kelengkapan berkas tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh peraturan di PTSP setempat. Masing-masing wilayah kerja PTSP memiliki standarisasi dan persyaratan yang berbeda-beda dalam proses penerbitan izin usaha yang dimohonkan oleh para pemohon baik berupa CV, PT maupun bentuk badan hukum dan badan usaha lainnya.
Setelah berlaku dan mulai efektifnya PP 24 Tahun 2018, seluruh pelayanan perizinan telah bertrasformasi penuh dari datang secara manual ke loket PTSP menjadi diproses secara elektronik. Produk layanan perizinan secara elektronik yang di bentuk oleh PP 24 Tahun 2018 adalah Online Single Submisson atau yang populer disingkat OSS. Saat ini OSS telah mengambil alih kewenangan PTSP Pusat, Propinsi, Kabupaten maupun Kota untuk menerbitkan perizinannya. Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 103 PP 24 Tahun 2018 yang meyatakan “Perizinan Berusaha yang telah diajukan oleh Pelaku Usaha sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan belum diterbitkan Perizinan Berusahanya, diproses melalui sistem OSS sesuai dengan ketentuan PP 24 Tahun 2018 ini”.[5]
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan perizinan ke sistem OSS terdiri atas pelaku usaha perseorangan dan pelaku usaha non perseorangan. Bagi pelaku usaha non perseorangan sebagaimana yang dimaksud dalam PP 24 Tahun 2018 terdiri atas Perseroan Terbatas, Perusahaan Umum baik milik swasta maupun milik Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, Badan Layanan Umum, Koperasi, Yayasan, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma (venootshap onder firma) dan CV. Khusus untuk CV disebutkan secara spesifik dalam pasal 15 PP 24 Tahun 2018 ialah CV yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Pusat yang meliputi pendaftaran akta pendirian CV, perubahan anggaran dasar CV serta pembubaran CV oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran akta pendirian CV, Perubahan anggaran dasar CV dan Pembubaran CV diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.[6]
Berdasarkan ketentuan pasal 15 PP 24 Tahun 2018, terbitlah Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1011 Tahun 2018) yang ditetapkan pada tanggal 12 Juli 2018 dan diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2018 (selanjutnya dalam tulisan ini disebut Permenkumham 17 Tahun 2018) yang mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran, perubahan anggaran dasar dan pembubaran CV. Dalam Permenkumham 17 Tahun 2018 yang dimaksud dengan CV adalah persekutuan yang didirikan oleh satu atau lebih sekutu komanditer dengan satu atau lebih sekutu komplementer, untuk menjalankan usaha secara terus menerus.
Dalam permohonan pendirian CV berdasarkan pasal 4 Permenkumham 17 Tahun 2018 haruslah didahului dengan mengajukan permohonan nama CV yang diajukan kepada Menteri secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Usaha yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (selanjutnya dalam tulisan ini disebut SAB AHU). Ketentuan mengengenai nama yang dipesan haruslah nama yang belum dipakai secara sah oleh CV yang telah terdaftar di SAB AHU, tidak sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional kecuali telah mendapatkan izin dari lembaga yang bersangkutan. Nama CV yang dipesan juga haruslah tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Nama yang dipesan juga tidaklah terdiri atas angka atau rangkaian angka ataupun rangkaian huruf yang tidak membentuk kata. Setelah mendapatkan persetujuan pemakaian nama CV yang diberikan oleh Menteri secara elektronik dan berlaku hanya untuk 1 (satu) Nama CV dan berlaku untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal persetujuan pesan nama diberikan oleh Menteri. Hal ini sangatlah berbeda dengan ketentuan yang ada didalam KUHD yang tidak mensyaratkan dan tidak mengatur mengenai pemesanan nama CV.
Selain wajib melakukan pesan nama terlebih dahulu, CV juga wajib di daftarkan kedalam SAB AHU paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian CV telah ditandatangani. Apabila pendaftarannya melebihi jangka waktu yang telah ditentukan, maka permohonan perndaftaran tidak dapat diajukan kepada Menteri sebagaimana yang termaktub di dalam pasal 10 Permenkumham 17 Tahun 2018. Lalu bagaimanakah dengan ketentuan pasal 23 KUHD yang mewajibkan akta CV daftarkan dalam register Pengadilan Negeri tempat dimana kedudukan CV didirikan ?  hal ini terdapat dualisme sistem pendaftaran dan pengesahan status badan bagi CV. Peraturan manakah yang berlaku saat ini apakah pendaftaran CV dilakukan ke kementerian melalui SAB AHU, Tetap ke Pengadilan Negeri atau dilakukan pendaftaran keduanya yaitu melalui SAB AHU dan ke Pengadilan Negeri.
Selanjutnya dalam bagi CV yang sudah berdiri dan telah terdaftar di dalam register Pengadilan Negeri sebelum Permenkumham 17 Tahun 2018 berlaku diwajibkan pula untuk melakukan pendaftaran melalui SAB AHU paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun sejak Permenkumham 17 Tahun 2018 berlaku yaitu maksimal tanggal 31 (tiga puluh satu) Juli 2019. Apabila terdapat kesamaan nama dengan nama CV yang sudah digunakan secara sah di SAB AHU tetap di perbolehkan, sedangkan untuk pendaftaran CV baru sejak berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 tidak diperbolehkan untuk menggunakan nama CV yang telah digunakan secara sah di SAB AHU. Sanksi bagi keterlambatan pendaftaran CV yang sudah terdaftar di dalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 tidak dijelaskan dan tidak ada sanksi yang mengatur akibat keterlambatan ataupun tidak dilakukannya pencatatan pendaftaran CV ke SAB AHU.
Terhadap pemesanan Nama CV yang saat ini sudah mulai berlaku di SAB AHU, terdapat ketidakpastian hukum bagi CV yang sudah didirikan sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 dan terhadap CV yang akan didirikan setalah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 mengenai nama CV yang akan digunakan. Selain pemesanan nama, di SAB AHU juga harus disebutkan besarnya Modal Dasar CV, hal ini tidak sesuai dengan karakteristik bentuk badan usaha CV dimana modal dasar CV tidak disebutkan di dalam akta pendiriannya namun di SAB AHU diminta untuk disebutkan. Badan yang harus disebutkan modal dasarnya hanyalah PT sebagaimana termaktub dalam pasal 1 angka 1 UUPT yang menjelaskan bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Hingga saat ini peraturan mengenai CV di KUHD masih berlaku dan belum ada peraturan yang menyatakan mencabut peraturan tentang CV di KUHD. Seharusnya jika ada perubahan yang menyalahi  peraturan dalam KUHD haruslah di cabut terlebih dahulu peraturan di KUHD sebagaimana pencabutan pasal 36 sampai pasal 56 KUHD yang dinyatakan tidak berlaku berdasarkan ketentuan pasal 128 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995  tentang perseroan terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) yang kini telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007 (selanjutnya dalam penulisan ini disebut UUPT).
Kewajiban bagi para Persero CV untuk memesan nama di SAB AHU, menyebutkan modal dasar dalam pengajuan permohonan pendaftaran akta CV ke menteri dan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar dari menteri  saat ini sudah sama seperti proses Pendirian PT, dimana ketenutan mengengai pemesanan nama atas CV sama dengan ketentuan pemesanan nama atas PT. Dalam anggaran dasar PT disebutkan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor oleh masing-masing para pemegang saham. Mendapatkan Pengesahan dari Menteri sehingga status PT sah menjadi badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sama seperti yang dialami CV saat ini harus melalui tahapan layaknya pendirian PT, namun statusnya CV apakah sudah menjadi badan hukum yang tanggung jawab terhadap pihak ketiga hanya sebatas modal yang tercantum di dalam Surat Keterangan Terdaftar CV yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoneisa atau hanya merupakan badan usaha yang tanggung jawabnya sampai pada harta pribadi para persero sebagaimana yang termaktub dalam KUHD yang hingga saat ini masih berlaku. Begitu juga terhadap proses pencatatan pada SAB AHU bagi CV yang telah terdaftar didalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018. Apakah setelah dilakukan pencatatan di SAB AHU akan merubah status kedudukan CV dari badan usaha menjadi badan hukum atau tidak ada perubahan status sama sekali ? bagaimana jika tidak dilakukan pencatatan di SAB AHU apakah CV tersebut masih mendapatkan kepastian hukum dari pencatatan dalam register Pengadilan Negeri tempat sesuai dengan domisili CV tersebut ?
Persoalan filosofis yang dialami oleh penulis berupaya untuk mencari kebenaran secara metodis, sistematis, rasional dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggungjawaban yang semata-mata empiris yang meliputi  :
a.           Ontologis, yaitu mencari hakekat status badan usaha CV setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 apakah masih berbentuk Badan usaha atau telah beralih menjadi badan hukum seperti PT dan bagaimanakah status CV yang telah terdaftar di dalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018.
b.           Epistemologis, yaitu bagaimana cara pengesahan akta CV setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018.
c.           Aksiologis, yaitu menilai pengesahan akta CV setelah berlakunya permenkumham 17 Tahun 2018 sebagai upaya untuk mendapatkan kepastian hukum atas status badannya apakah badan usaha atau badan hukum.
Aspek Epistimologi dari permasalahan diatas telah berkembang dalam masyarakat yang  menginginkan sebuah kepastian terhadap CV dari proses pembuatan akta di Notaris hingga tahap pengeshaan akta CV yang semula sebelum berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 pengesahan akta CV dicatatkan diregister Pengadilan Negeri, kini setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 di catatkan secara elektronik melalui SAB AHU
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut :

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah status kedudukan bentuk badan CV setelah berlakunya Permenkumham 17 Tahun 2018 ?
2.      Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap CV yang sudah terdaftar dalam register Pengadilan Negeri sebelum berlakunya permenkumham 17 Tahun 2018 ?

Bagaimanakah Jawabannya ? Silahkan hubungi Penulis dengan mengklik tombol Konsultasi Via Whatsapp. Tulisan Ini adalah Proposal yang di tulis oleh penulis dalam masa kuliahnya  


[1] Periksa Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[2] Periksa Kembali Pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[3] Perhatikan isi  Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[4] Periksa Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas
[5] Periksa Pasal 103 Peraturan Pemerintah  Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215) 
[6] Periksa kembali  Pasal 15 Peraturan Pemerintah  Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215) 
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI CV SEJAK BERLAKUNYA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG PENDAFTARAN PERSEKUTUAN KOMANDITER, PERSEKUTUAN FIRMA DAN PERSEKUTUAN PERDATA Description: Rating: 5 Reviewed By: Pengacara
Scroll to Top